Rabu, 13 April 2011

TAFSIR TENTANG PRINSIP BEREKONOMI

SURAT AL-BAQARAH AYAT 168-169
1. Ayat
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ . إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ.

Terjemahan makna ayat

" Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. 2:168)
"Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. 2:169)

Asbab Al Nuzul
Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah, Khuza'ah dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri, memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharamkan memakannya di dalam al-Quran.

Munasabat Al Ayat
Ajakan yang ditujukan bukan hanya kepada orang-orang beriman, tetapi untuk seluruh manusia seperti terbaca diatas. Ini menunjukkan bahwa bumi disiapkan Allah untuk seluruh manusia, mukmin ataupun kafir. Allah adalah pemberi rezeki kepada manusia dan makhluk yang lain, sekaligus Allah menerangkan mana makanan yang halal dan yang haram. Dalam ayat ini, Allah memperbolehkan mereka makan semua makanan yang ada di bumi, yakni yang halal dan baik, lezat dan dan tidak mengandung bahaya bagi badan atau akal dan urat syaraf.
Makanan yang halal adalah makanan yang tidak haram, yakni yang tidak dilarang oleh agama memakannya. Makanan haram ada dua macam yaitu yang haram karena karena zatnya seperti babi, bangkai, bangkai, dan darah dan yang haram karena sesuatu bukan dari zatnya seperti makanan yang tidak diizinkan oleh pemiliknya untuk dimakan atau digunakan. Makanan yang halal adalah yang bukan termasuk kedua macam ini.
Supaya lebih kita ketahui betapa besarnya pengaruh makanan halal itu bagi rohani manusia, maka tersebutlah dalam suatu riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Mardawaihi daripada Ibnu Abbas, bahwa tatkala ayat ini dibaca orang dihadapan Nabi SAW, yaitu ayat: ”Wahai seluruh manusia, makanlah dari apa yang di bumi ini, yang halal lagi baik,” maka berdirilah sahabat Rasulullah yang terkenal, yaitu Sa’ad bin Abu Waqash. Dia memohon kepada Rasulullah supaya beliau memohon kepada Allah agar apa saja permohonan doa yang disampaikannya kepada Tuhan, supaya dikabulkan oleh Tuhan. Maka berkatalah Rasulullah SAW : ”Wahai Sa’ad ! Perbaikilah makanan engkau, niscaya engkau akan dijadikan Allah seorang yang makbul doanya. Demi Tuhan, yang jiwa Muhammad ada dalam tanganNya, sesungguhnya seorang laki-laki yang melemparkan suatu suapan yang haram ke dalam perutnya, maka tidaklah akan diterima amalnya selama empatpuluh hari. Dan barangsiapa di antara hamba Allah yang bertumbuh dagingnya dari harta haram dan riba, maka api lebih baik baginya.”
Artinya, lebih baik makan api daripada makan harta haram. Sebab api dunia belum apa-apa juka dibandingkan dengan apai neraka. Biar hangus perut lantaran lapar daripada makan harta yang haram.
Makanan atau aktifitas yang berkaitan dengan jasmani seringkali digunakan setan untuk memperdaya manusia. Karena itu, lanjutan ayat ini mengingatkan ”Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan”.
Setan mempunyai jejak langkah. Ia menjerumuskan manusia langkah demi langkah, tahap demi tahap. Langkah hanyalah jarak antara dua kaki sewaktu berjalan, tetapi bila tidak disadari, langkah demi langkah dapat menjerumuskan ke dalam bahaya. Setan pada mulanya hanya mengajak manusia melangkah selangkah, tetapi langkah itu disusul dengan langkah lain, sampai akhirnya masuk sampai ke neraka.
Mengapa demikian? Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu, atau dia adalah musuh yang tidak segan menampakkan permusuhannya kepada kamu.
”Yang disuruhkannya kepada kamu hanyalah hal yang jahat dan yang keji”. Yang jahat ialah segala macam maksiat, pelanggaran dan kedurhakaan, baik merugikan sesama manusia, atau merugikan diri sendiri, apatah lagi merugikan hubungan Allah. Yang keji ialah segala perbuatan yang membawa kepada zina. Kalau disambungkan kembali dengan suku ayat sebelumnya, ialah bahwa loba serakah kepada harta benda, menyebabkan kesempatan yang seluas-luasnya akan berbuat segala macam kedurhakaan, segala macam kejahatan, yang diakhiri dengan segala macam kemesuman hubungan laki-laki dengan perempuan, yang menyebabkan kacaunya kehidupan dan keturunan. Semua termasuk mengikuti langkah-langkah syaitan-syaitan.
Dan ujung ayat menerangkan lagi :”Dan supaya kamu katakan terhadap allah hal-hal yang tidak kamu ketahui”.(ujung ayat 169)
Sampai kesanalah syaitan akan membawa larat. Asalnya ialah karena tidak menjaga diri dalam hal makan, dalam hal syahwat perut. Akhirnya berlarut-larut menjadi kafir. Ketika telah gagal, karena tentu satu waktu akan gagal, maka keluarlah perkataan terhadap Allah dengan tidak berketentuan, sehingga ada yang mengatakan Allah tidaak adil. Dan kalau orang telah kaya-raya karena harta tidak hala, lalu ada orang yang memberikan nasehat, namun karena petunjuk syaitan, dia akan berkata pula tentang Allah:”Apa Allah! Apa agama! Mana dia Tuhan, itu belum pernah aku melihatnya, aku tidak percaya bahwa Dia ada.”

Kandungan ayat Secara Umum
Allah menciptakan bumi ini dan segala isinya untuk kepentingan manusia. Akan tetapi dari sekian banyaknya ciptaan Allah tersebut, manusia disuruh untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Maksudnya adalah bukan hanya makanannya saja yang halal(diperbolehkan oleh syariat), tetapi juga halal dalam proses mencari makanan tersebut(tidak didapatkan dari perbuatan yang dilarang oleh syariat seperti mencuri, merampok, melakukan riba, korupsi,dll.) karena tindakan yang dilarang tersebut merupakan tipu daya setan yang tidak lain kerjanya hanya menyuruh dan mengarahkan manusia ke dalam perbuatan jahat dan keji sehingga manusia tersesat dan menjauh dari Allah.

Al Ahkam Al Mustanbathah
Makanlah makanan yang halal lagi baik


SURAT AN NISA’ AYAT 29

Terjemahan Makna Ayat

" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.4 : 29)

Asbab Al Nuzul
Menurut riwayat Ibnu Jarir ayat ini turun dikarenakan masyarakat muslim Arab pada saat itu memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil, mencari keuntungan dengan cara yang tidak sah dan melakukan bermacam-macam tipu daya yang seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya. Padahal seharusnya jual beli hendaklah dilakukan dengan rela dan suka sama suka tanpa harus menipu sesama muslimnya.

Munasabat Al Ayat
Seruan ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman. Larangan memakan harta sesama dengan jalan yang batil ini pun ditujukan kepada mereka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.”
Ayat ini memberikan kesan bahwa larangan ini merupakan tindakan penyucian terhadap sisa-sisa kehidupan jahiliah yang masih bercokol pada msyarakat islam. Digiringnya hati kaum meslimin dengan seruan ini, “Hai orang-orang yang beriman!” Dihidupkannya konsekuensi iman dan konsekuensi sifat, yang dengan sifat itulah Allah memanggil mereka untuk dilarang dari memakan harta sesama secara bathil.
Kepada orang yang beriman itu dijatuhkan larangan, jangan sampai mereka memakan harta benda, yang didalam ayat disebut”harta harta kamu”,hal inilah yang diperingatkan terlebih dahulu kepada mukmin. Yaitu bahwasahnya harta benda itu, baik yang di tanganmu sendiri atau yang ditangan orang lain, semuanya itu adalah harta kamu. Lalu harta kamu itu, dengan takdir dan karunia Allah Ta’ala, ada yang diserahkan Tuhan kepada tangan kamu dan ada yang pada tangan kawanmu yang lain. Karena itu betapapun kayanya seseorang, sekali-kali jangan dia lupa bahwa pada hakikatnya kekayaan itu adalah kepunyaan bersama juga. Di dalam harta yang dipegangnya itu selalu ada hak orang lain,yang wajib dia keluarkan apabila datang waktunya. Dan orang yang miskinpun hendaklah ingat pula bahwa harta yang ada pada tangan si kaya itu ada juga haknya di dalamnya. Maka hendaklah dipeliharanya dengan baik-baik.
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara-cara mencari keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syariat, tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari si pelaku untuk menghindari ketentuan hukum yang telah digariskan oleh syariat Allah. Misalnya sebagaimana digambarkan oleh Ibnu Abbas s.r. menurut riwayat Ibnu Jarir seorang membeli dari kawannya sehelai baju dengan syarat bila ia tidak menyukainya dapat mengembalikannya dengan tambahan satu dirham di atas harga pembeliannya.
“Kecuali bahwa ada dalam perniagaan dengan ridha diantara kamu”. Kalimat perniagaan yang berasal dari kata tiaga atau niaga. Yang kadang-kadang disebut pula dagang atau perdagangan adalah amat luas maksudnya. Segala jual beli, tukar menukar, gaji-menggaji, sewa-menyewa, export dan impor, upah-mengupah, dan semua menimbulkan peredaran harta benda, termasuklah itu dalam bidang niaga.
Dengan jalan niaga itu, beredarlah harta kamu, pindah dari satu tangan kepada tangan orang yang lain dalam garis yang teratur. Dan pokok utamanya ialah ridha, suka sama suka dalam garis yang halal.
Kemudian datanglah lanjutan ayat :
“Dan janganlah kamu bunuh diri-diri kamu”. Diantara harta dengan diri atau dengan jiwa, tidaklah bercerai-tanggal. Orang mencari harta untuk melanjutkan hidup. Maka selain kemakmuran harta benda hendaklah pula terdapat kemakmuran atau keamanan jiwa. Sebab itu, disamping menjauhi memakan harta kamu dengan batil, janganlah terjadi pembunuhan. Tegasnya janganlah berbunuhan karena sesuap nasi. Jangan kamu bunuh diri-diri kamu. Segala harta benda yang ada, pada hakikatnya ialah harta kamu. Segala nyawa yang ada, pun adalah pada hakikatnya nyawa kamu. Diri orang itu pun diri kamu.
Demikianlah! Maka, tidaklah dipergunakan cara-cara memakan harta orang lain dengan batil di kalangan masyarakat seperti riba, menipu, berjudi, menimbun, memanipulasi, curang, akal-akalan, menyuap, mencuri, dan menual kehormatan, tanggung jawab, hati nurani, akhlak, dan agama yang biasa dilakukan dalam masyarakat jahiliah kuno maupun modern. Tidaklah diberlakukan hal-hal semacam ini pada suatu masyarakat, melainkan hal itu akan membunuh diri mereka dan menjerumuskan mereka ke jurang kehancuran.
“Sesungguhnya Allah amat saying kepada kamu”(ujung ayat 29).
Tuhan menyuruh atur dengan baik di dalam memakan harta kamu dan Tuhan melarang kamu membunuh diri kamu, baik orang lain apalagi diri kamu sendiri. Allah hendak memberikan kasih saying-Nya kepada orang-orang yang beriman agar selamat dari pembunuhan yang menghancurkan kehidupan dan mencelakakan jiwa itu. Ini adalah merupakan satu bentuk keinginan Allah untuk meringankan mereka, dan mengingat kelemahan mereka sebagai manusia, yang dapat menjerumuskan mereka kepada kebinasaan kalau mereka lepas dari pengarahan Allah. Maka, mereka akan diseret kelemahannya untuk mengikuti pengarahan orang-orang yang hendak memperturutkan hawa nafsu.

Kandungan ayat Secara Umum
Ayat ini menjelaskan tentang seruan Allah kepada orang yang beriman agar mereka tidak memakan harta sesamanya dengan cara yang batil(dilarang oleh syariat seperti menipu, korupsi, dll.). Akan tetapi kalau mengadakan suatu perniagaan yang dilandasi dengan keridhaan, itu diperbolehkan asalkan tidak saling membunuh dan menjatuhkan diantara mereka karena Allah saja sangat saying kepada manusia, maka sesama manusia hendaknyalah saling mengasihi.

Al Ahkam Al Mustanbathah
Perniagaan diperbolehkan asalkan mengandung unsur keridhaan

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy. 2002. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid I. Surabaya: PT Bina Ilmu
Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy. 2003. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid II. Surabaya: PT Bina Ilmu
Hamka. 2002. Tafsir Al Azhar jus II. Jakarta: PT Pustaka Panji Mas
Hamka. 2005. Tafsir Al Azhar jus V-VI. Jakarta: PT Pustaka Panji Mas
Quthb, Sayyid. 2000. Tafsir fi Zhilalil Qur’an jilid I. Jakarta: Gema Insani
Quthb, Sayyid. 2001. Tafsir fi Zhilalil Qur’an jilid II. Jakarta: Gema Insani
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al Misbah volume I. Jakarta: Lentera Hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar